Kemajuan dan Perjuangannya dalam Thariqat Syah Naqsyband menyatakan, “Suatu saat Aku sedang mengalami ekstase dan tanpa akal pikiran (tidak sadar), berpindah dari sini ke sana, tak menyadari apa yang tengah kulakukan. Kakiku robek dan berdarah karena duri pada saat gelap. Aku merasa diriku ditarik ke rumah Syaikhku, Sayyid Amir Kulal. Saat itu malam sungguh gelap tanpa bulan dan bintang. Udara amat dingin dan Aku tak memiliki apapun kecuali sebuat jubah kulit yang sudah usang. Ketika Aku tiba di rumahnya, Aku menemukan beliau sedang duduk bersama para sahabatnya. Ketika beliau melihatku, beliau berkata kepada para pengikutnya, ’Bawa dia keluar, Aku tak menginginkan dia berada di rumahku.’ Mereka lalu mengeluarkan aku dan aku merasakan ego berusaha menguasaiku, mencoba meracuni kepercayaanku kepada Syaikhku. Pada saat itu hanya Perlindungan Allah dan Rahmat-Nya-lah satu-satunya pendukungku dalam menerima penghinaan ini Demi Allah dan Demi Syaikhku. Lalu Aku berkata pada egoku, ‘Aku tak memperkenankanmu untuk meracuni kepercayaanku terhadap Syaikhku.”
Kemajuan dan Perjuangannya dalam Thariqat Syah Naqsyband menyatakan, “Suatu saat Aku sedang mengalami ekstase dan tanpa akal pikiran (tidak sadar), berpindah dari sini ke sana, tak menyadari apa yang tengah kulakukan. Kakiku robek dan berdarah karena duri pada saat gelap. Aku merasa diriku ditarik ke rumah Syaikhku, Sayyid Amir Kulal. Saat itu malam sungguh gelap tanpa bulan dan bintang. Udara amat dingin dan Aku tak memiliki apapun kecuali sebuat jubah kulit yang sudah usang. Ketika Aku tiba di rumahnya, Aku menemukan beliau sedang duduk bersama para sahabatnya. Ketika beliau melihatku, beliau berkata kepada para pengikutnya, ’Bawa dia keluar, Aku tak menginginkan dia berada di rumahku.’ Mereka lalu mengeluarkan aku dan aku merasakan ego berusaha menguasaiku, mencoba meracuni kepercayaanku kepada Syaikhku. Pada saat itu hanya Perlindungan Allah dan Rahmat-Nya-lah satu-satunya pendukungku dalam menerima penghinaan ini Demi Allah dan Demi Syaikhku. Lalu Aku berkata pada egoku, ‘Aku tak memperkenankanmu untuk meracuni kepercayaanku terhadap Syaikhku.”
“Aku begitu lelah dan tertekan sehingga Aku merendahkan hati di depan pintu kesombongan, meletakkan kepalaku di bawah pintu rumah guruku, dan bersumpah dengan Nama Allah bahwa Aku tak akan pindah sampai beliau menerimaku kembali. Salju mulai turun dan udara yang begitu dingin menembus tulangku, membuatku gemetar dalam gelapnya malam. Bahkan cahaya rembulan pun tak ada untuk sedikit membuatku merasa nyaman. Aku ingat keadaan tersebut, hingga Aku membeku. Namun cinta akan pintu Ilahi Syaikhku yang ada dalam hatiku, membuatku tetap hangat”
“ Subuh pun datang dan Syaikhku keluar dari pintu tanpa melihatku secara fisik. Beliau menginjak kepalaku, yang masih berada di bawah pintunya. Merasakan adanya kepalaku, dengan segera beliau menarik kakinya, membawaku ke dalam rumahnya dan berkata kepadaku, ’Wahai anakku, kau telah dihiasi dengan pakaian kebahagiaan. Kau telah dihiasi dengan pakaian Cinta Ilahi. Kau telah dihiasi dengan pakaian yang tidak pernah Aku dan Syaikhku kenakan. Allah senang denganmu, Rasulullah senang denganmu, semua Syaikh dari Matarantai Emas senang denganmu”
”Kemudian dengan telaten dan sangat hati-hati beliau mencabuti duri-duri dari kakiku dan membasuh lukaku. Pada saat yang sama beliau menuangkan ilmu pada hatiku yang tak pernah aku alami sebelumnya. Hal ini membukakan suatu pandangan di mana Aku melihat diriku memasuki rahasia Muhammadun Rasul-Allah . Aku melihat diriku memasuki rahasia ayat yang merupakan Haqiqa Muhammadiyya (Realitas Muhammad saw). Hal ini mengantarkan aku untuk memasuki rahasia dari LAA ILAHA ILLALLAH yang merupakan rahasia dari wahdaniyyah (Keunikan Allah swt). Hal ini lalu mengantar aku untuk memasuki rahasia Asma’ Allah dan Atribut-Nya yang dinyatakan dengan rahasia ahadiyya (Ke-Esa-an Allah ). Keadaan-keadaan tersebut tak dapat dilukiskan dengan kata-kata, hanya dapat diketahui lewat rasa di dalam hati”
“Di awal perjalananku di thariqat ini, Aku biasa berkeliaran di malam hari dari satu tempat ke tempat lainnya di pinggiran kota Bukhara. Sendirian di gelapnya malam, khususnya di musim dingin, Aku mengunjungi pemakaman untuk memetik pelajaran dari yang telah meninggal”
Tentang Berdoa
“Aku akan bangun lebih awal, tiga jam sebelum shalat Fajar, berwudhu, dan setelah melaksanakan shalat sunnah, Aku akan bersujud, memohon pada Tuhan dengan do’a berikut, ‘Wahai Tuhanku, berilah hamba kekuatan untuk menjalankan kesulitan-kesulitan dan rasa sakit dari Cinta-Mu.’ Lalu Aku akan shalat Fajar bersama dengan Syaikh. Ketika Syaikhku keluar, beliau melihat ke arahku dan berkata, seolah-olah beliau telah bersamaku ketika Aku berdo’a tadi, ‘Wahai anakku, kau harus mengubah cara berdo’amu. Daripada berdoa seperti doamu tadi lebih baik engkau berdoa, ‘Ya Allah swt Anugerahkanlah ridha-Mu pada hamba yang lemah ini”
“Tuhan tidak senang hamba-Nya berada dalam kesulitan. Walau Tuhan dalam Kearifan-Nya mungkin memberikan kesulitan pada hamba-Nya untuk mengujinya, sang hamba tak boleh meminta untuk berada dalam kesulitan. Hal ini berarti tidak menghormati Tuhanmu”
“Ketika Syah Naqsyband mendapat pakaian baru, beliau akan memberikannya kepada orang lain untuk dipakai. Setelah mereka memakainya, beliau akan meminjamnya kembali”
Ketika seorang Syaikh Memintanya untuk menjadi muridnya, beliau menjawab “Wahai Syaikhku, Aku adalah anak dari orang lain dan Aku adalah pengikutnya. Bahkan bila kau tawarkan untuk merawatku dengan susu dari maqam yang lebih tinggi, Aku tak dapat menerimanya, kecuali dari seseorang yang kepadanya Aku berikan hidupku dan daripadanya Aku mengambil bay’at “
Ketika Khalwat
“Aku duduk bersama seorang teman, dalam pengasingan (khalwat), tiba-tiba langit terbuka dan suatu pemandangan yang agung datang padaku dan Aku mendengar sebuah suara yang berkata, ‘Tidakkah cukup bagimu meninggalkan setiap orang dan datang ke Hadirat Kami sendirian saja?’ Suara ini membuatku gemetar dan lari dari rumah itu. Aku berlari ke sebuah sungai di mana Aku lalu menyeburkan diri. Aku mencuci pakaianku lalu shalat dua rakaat dengan cara yang belum pernah Aku lakukan sebelumnya, Aku merasa seolah-olah sedang shalat dalam Hadirat-Nya. Segalanya begitu terbuka ke dalam hatiku dalam bentuk tanpa sekat (kashf). Seluruh semesta lenyap dan Aku tak menghiraukan apa pun kecuali berdo’a ke Hadirat-Nya” ”Bila aku menemukan sesuatu aku bersyukur kepada Allah, dan bila tidak, Aku bersabar ”
“Jangan abaikan hal sekecil apapun dari kebaikan dan perbuatan-perbuatan mulia yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah saw” “Untuk menyangkal keberadaanmu dan untuk mengacuhkan dan mengabaikan egomu adalah yang berlaku dalam thariqat ini” “Aku melihat bahwa setiap orang menyediakan suatu manfaat dan hanya Akulah yang tak memberikannya”
‘Ya Allah, anugerahilah aku dengan setetes dari Samudra Rahmat dan Berkah-Mu.’ Dan jawabannya datang, ‘Kau hanya meminta setetes dari Ke-Maha Pemurahan Kami?’ Hal ini laksana jutaan tamparan keras di wajahku dan sengatannya tersisa di pipiku selama berhari-hari. Kemudian suatu hari Aku berkata, ‘Ya, Allah anugerahilah hamba dari Samudra Rahmat dan Berkah-Mu, Kekuatan untuk membawanya
Tentang Berjalan dalam Jalur ini
”Apakah di balik cerita Rasulullah saw, ‘Sebagian dari iman adalah memindahkan apa-apa yang membahayakan dari Jalan?’ Yang Beliau maksud dengan ‘yang membahayakan’ itu adalah ego, dan yang Beliau maksud dengan ‘Jalan’ adalah Jalan Menuju Allah swt, sebagaimana Dia berfirman kepada Bayazid al-Bistami , ‘Tinggalkan egomu dan datanglah pada Kami”
”Suatu ketika beliau ditanya, ‘Apa yang dimaksud dengan Berjalan dalam Jalur? Beliau berkata, Detailnya dalam pengetahuan spiritual” “Mereka bertanya, ‘Apakah detail dalam pengetahuan spiritual itu?’ Beliau menjawab,Orang yang mengetahui dan menerima apa yang dia ketahui akan diangkat dari keadaan bukti nyata kepada keadaan pengelihatan”
Mencintai Allah dan Rasululullah saw
“Barang siapa yang meminta untuk berada di Jalan Allah maka dia telah meminta jalan penderitaan. Diriwayatkan oleh Rasulullah saw, ‘Barang siapa yang mencintaiku maka aku akan membebaninya.’ Seseorang datang kepada Rasulullah saw dan berkata, ‘Wahai Nabi saw, Aku mencintaimu,’ dan Nabi saw berkata, ‘Maka bersiaplah untuk menjadi miskin.’ Lain waktu orang lain lagi datang kepada Rasulullah dan berkata, ‘Ya, Rasulullah, Aku mencintai Allah,’ dan Rasulullah berkata, ‘Maka siapkanlah dirimu untuk penderitaan”
“Beliau membaca sebuah ayat, Setiap orang mendambakan kebaikan,Namun tak seorang pun telah meraih kenaikan, Melainkan dengan mencintai Sang Pencipta kebaikan”
“Beliau berkata, ‘Barang siapa yang mencintai dirinya sendiri, harus menyangkal dirinya, dan barang siapa yang menginginkan yang lain selain dirinya sendiri, sesungguhnya yang diinginkannya hanyalah dirinya sendiri”
Tentang Pelatihan Spiritual
Ada tiga jalan di mana para murid meraih pengetahuannya, Muraqaba-Perenungan (kontemplasi)
Musyahada-Pengelihatan, Muhasaba-Penghitungan. “Dalam keadaan perenungan, si pencari melupakan mahkluk dan hanya mengingat Sang Khalik saja. Dalam keadaan pengelihatan, ilham dari Yang Ghaib mendatangi hati si pencari dengan disertai dua keadaan: penciutan dan pengembangan. Pada keadaan penciutan, pengelihatan adalah tentang Ke-MahaKuasa-an, dan pada keadaan pengembangan pengelihatan adalah tentang Ke-Maha-Indahan. Pada keadaan penghitungan, si Pencari mengevaluasi setiap jam yang telah lewat: apakah dia berada seluruhnya bersama Allah ataukah berada seluruhnya bersama dunia? ”
”Si pencari dalam thariqat ini pastilah amat sibuk menolak bisikan Setan dan godaan egonya. Dia mungkin menolaknya bahkan sebelum mereka mencapainya; atau dia mungkin menolaknya setelah mereka mencapainya namun sebelum mereka memegang kendali atasnya, pencari lain, mungkin saja tidak menolaknya hingga mereka mencapainya dan mengendalikannya. Dia tak akan mendapatkan buahnya, karena pada saat seperti itu adalah mustahil untuk mengeluarkan bisikan-bisikan itu dari hatinya”
Tentang Maqam Spiritual
“Bagaimanakah hamba-hamba Allah melihat perbuatan yang tersembunyi dan bisikan-bisikan hati? Beliau menjawab, Dengan cahaya pengelihatan yang dianugerahkan Allah pada mereka, seperti yang tertera dalam Hadits suci, ‘Waspadalah dengan pengelihatan orang-orang yang beriman, karena dia melihat dengan Cahaya Allah swt”
“Beliau diminta untuk memperlihatkan kekuatan ajaibnya. Beliau berkata, Keajaiban apakah yang lebih dahsyat yang ingin kau lihat daripada kenyataan bahwa kita masih berjalan di muka bumi ini dengan semua dosa di atas dan sekeliling kita”
“Beliau ditanya, ‘Siapakah para pembaca dan siapakah gerangan sang Sufi yang dimaksud oleh Junayd dengan kata-kata, ”Putuskanlah dirimu dari para pembaca kitab-kitab, dan bergabunglah dengan para Sufi? Beliau berkata, ‘Para pembaca adalah orang yang sibuk dengan kata-kata dan nama-nama, dan Sufi adalah seseorang yang sibuk dengan inti sari dari nama-nama tersebut”
“Beliau memperingatkan, ‘Bila seorang murid, seorang Syaikh atau siapa pun bicara tentang suatu keadaan yang belum didapatkannya, Allah swt akan mencegahnya dari mencapai keadaan tersebut. Beliau berkata, ’Cermin dari setiap Syaikh memiliki dua arah. Namun cermin kita memiliki enam arah”
“Apa yang dimaksudkan dengan al-Hadits, ‘Aku beserta orang-orang yang mengingat-Ku,’ merupakan bukti nyata yang mendukung orang-orang yang di dalam hatinya senantiasa mengingat-Nya”
“Dan sabda Nabi yang lainnya berbicara atas Nama Allah , ‘Puasa itu adalah bagi-Ku’ merupakan suatu pernyataan bahwa sebenar-benarnya puasa adalah puasa dari segala sesuatu selain Allah”
Tentang Kemiskinan Spiritual
Beliau ditanya, “Mengapa mereka disebut al-fuqara (orang yang miskin)?” Beliau menjawab, karena mereka miskin, namun mereka tak perlu memohon. Seperti halnya Nabi Ibrahim as, ketika beliau dilemparkan ke dalam api dan Jibril as datang dan bertanya ‘Apakah kau perlu pertolongan?,’ dijawabnya, ‘Aku tak perlu meminta sesuatu, Dia Maha Tahu keadaanku”
“Kemiskinan merupakan pertanda penghancuran dan penghapusan atribut-atribut kebendaan”
“Beliau pernah ditanya, ‘Siapakah si miskin itu?’ Tak seorang pun menjawabnya. Beliau berkata, ‘Si miskin adalah orang yang di dalamnya selalu berjuang dan di luarnya selalu berada dalam ketenangan”
Tentang Adab terhadap Syaikh Seseorang
“Amatlah penting bagi para pengikut, bila dia merasa bingung terhadap apa yang diucapkan atau dilakukan Syaikhnya dan tak dapat memahami alasannya, untuk bersabar dan menjalankannya, dan tak menjadi curiga. Bila dia seorang pemula, dia mungkin bertanya; namun bila dia seorang murid, dia tak punya alasan untuk bertanya dan harus tetap bersabar
dengan apa yang belum dia pahami”
“Adalah tak mungkin untuk meraih cinta dari hamba-hamba Allah swt hingga engkau keluar dari dirimu sendiri”
“Dalam Thariqat kita, terdapat tiga kategori adab: Adab karimah terhadap Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Tinggi, mengharuskan murid untuk menyempurnakan ibadahnya baik secara eksternal maupun internal, menjauhi semua larangan-Nya dan menjalankan segala apa yang telah diperintahkan-Nya dan meninggalkan segala sesuatu selain Allah“
“Adab karimah terhadap Nabi Muhammad saw, mengharuskan murid untuk membumbung tinggi pada keadaan yang disebutkan dalam ayat in kuntum tuhibbun Allah fattabi’unii (bila kamu ingin mencintai Allah, maka ikutilah aku) [3:31]. Dia harus mengikuti semua keadaan Rasulullah. Dia harus tahu bahwa Rasulullah adalah jembatan antara Allah dengan mahkluk-Nya dan bahwa segala sesuatu di bumi ini berada di bawah perintahnya yang mulia”
“Adab karimah terhadap para Syaikh merupakan suatu keharusan bagi setiap pencari. Para Syaikh merupakan penyebab dan alat untuk mengikuti jejak Rasulullah saw. Adalah suatu kewajiban bagi para pencari, baik dalam kehadiran mereka maupun dalam ketidakhadirannya, untuk menjalankan perintah-perintah dari Syaikh tersebut”
Tentang Niat
“Sangatlah penting untuk meluruskan niat, karena niat itu dari dunia ghaib, bukan dari dunia materi. Untuk alasan tersebut, Ibnu Sirin (penulis buku tabir mimpi) tidak berdo’a pada shalat jenazah Hasan al-Basri . Beliau berkata, ‘Bagaimana Aku dapat berdo’a ketika niatku belum mencapaiku dan menghubungkanku dengan yang ghaib?”
“ Niat (niyyah) sangat penting, karena dia terdiri atas 3 huruf, yaitu: Nun, yang melambangkan nur Allah, Cahaya Allah ; Ya, yang melambangkan yad Allah, Tangan Allah ; dan Ha, yang melambangkan hidayat Allah, Bimbingan Allah . Niat adalah hembusan jiwa”
Tentang Tugas-Tugas Para Awliya
“Allah swt menciptakan aku untuk menghancurkan kehidupan materialistik, tetapi orang-orang menginginkan aku untuk membangun kehidupan materialistik mereka”
“Hamba-hamba Allah menanggung beban penciptaan agar semua ciptaan belajar darinya. Allah swt melihat pada hati Awliya-Nya dengan cahaya-cahaya-Nya, dan siapa pun yang berada di sekeliling wali itu dia akan mendapat berkah dari cahaya tersebut”
“Syaikh harus mengetahui tingkatan muridnya dalam tiga kategori, yaitu: di masa lalu, masa kini, dan masa depan agar dia dapat menaikkan (maqam)-nya”
“Siapa pun yang melakukan bay’at dengan kita dan mengikuti kita dan mencintai kita, apakah dia dekat atau jauh, di mana pun dia berada, bahkan jika dia berada di Timur dan kami di Barat, kami memeliharanya dengan aliran cinta dan memberinya cahaya dalam kehidupan sehari-harinya”
Tentang Dzikir Keras (Zahar) dan Dzikir Dalam Hati (Khafi)
“Dari kehadiran al-Azizan ada dua metode dzikir, yaitu dzikir khafi (dalam hati) dan dzikir zahar (keras). Aku menyukai dzikir dalam hati karena dia lebih kuat dan lebih bijaksana” “Izin untuk melakukan dzikir harus diberikan oleh orang yang sempurna,
agar bisa mempengaruhi orang yang menggunakannya, sebagaimana halnya panah dari seorang yang ahli memanah lebih baik daripada panah yang dilepaskan dari busur orang biasa”
Kesadaran akan Waktu (wuquf zamani)
“Kesadaran akan waktu berarti memperhatikan ketenangan seseorang dan mengecek kecenderungan seseorang kepada kelalaian. Para pencari harus mengetahui berapa banyak waktu yang dihabiskan untuk bergerak menuju kematangan spiritual dan harus mengenal di tempat apa dia telah sampai dalam perjalannya menuju Hadirat Ilahi”
“ Para pencari harus membuat kemajuan dengan segala usahanya. Dia harus menghabiskan seluruh waktunya untuk satu tujuan yaitu sampai di maqam Cinta Ilahi dan Hadirat Ilahi. Dia harus menjadi sadar bahwa dalam segala usahanya dan dalam segala tindakannya Allah menyaksikan sampai sedetail-detailnya. Para pencari harus membuat catatan mengenai tindakan dan niatnya setiap hari dan setiap malam dan menganalisa tindakannya setiap jam, setiap detik, dan setiap saat. Jika semuanya baik, dia bersyukur kepada Allah atas nikmat tersebut. Jika tindakannya buruk, dia harus bertaubat dan memohon ampun kepada Allah swt”